Srihadi Sudarsono

by picky on Rabu, 25 November 2009

Srihadi Sudarsono, M.A

Solo, Jawa Tengah, 4 Desember 1931

Pendidikan :
Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung (1959),
Ohio State University, Amerika Serikat (1962)



Karier :
Tentara Pelajar di Solo(1945-1946),Pembuat Poster Perjuangan di Balai Penerangan TNI Divisi X di Solo (1946-1948),Anggota Tim Elemen Estetik gedung MPR-RI (1964-1966), Anggota Tim Indonesia di Expo-70 Osaka, Jepang (1969-1970),Ketua Departemen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (1971-1973),Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta(1974-1977),

Meski lulus dari Balai Pendidikan Universitas Guru Gambar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Bandung (kini ITB) tahun 1959, pergaulan Srihadi dengan cat dan warna tidak dimulai dari bangku sekolah. Pada umur 14 tahun di tahun 1945, ia bergabung dengan Tentara Pelajar (TP) di Solo. Setahun kemudian, di Balai Penerangan TNI Divisi X Solo ia membuat poster-poster perjuangan. Kemahirannya dimanfaatkan oleh pimpinan pasukan. Srihadi lebih banyak ditugasi membuat poster yang pada zaman itu tak kalah pentingnya dalam membakar semangat berjuang.

Ia dipindahkan ke Yogyakarta, hingga 1950. Sejak saat itu menetapkan langkahnya sebagai seorang pelukis. Karya-karyanya mulai bergantungan dalam berbagai pameran, tunggal, maupun bersama, di dalam atau luar negeri. Lukisan cat minyak Srihadi ditandai tarikan garis spontan dan kuat, serta sapuan bidang yang luas. Srihadi berusaha menuang suasana. Walau tetap bermula dari bentuk, ia sama sekali tidak formal.

Srihadi dilahirkan pada 4 Desember 1931 di Solo. Ia putra pemilik perusahaan batik yang cukup terkenal, Raden Soedarsono dan Soekatmijah. Menerima Anugerah Seni 1971 dari Pemerintah RI. Ikut dalam Tim Elemen Estetik Gedung MPR-RI periode 1964-1966 dan tim Indonesia ke EXPO-70 di Osaka, 1969-1970. Menerima Cultural Award dari Pemerintah Belanda 1977 dan menerima beasiswa rogram Fullbright, Amerika Serikat, 1979-1980. Pada tahuj 1978 diterimanya Hadiah Karya Seni Lukis Terbaik Biennale III Dewan Kesenian Jakarta.

Tahun 1997, suami dari Siti Farida Nawawi ini pernah mengatakan belum siap membuat buku yang memuat biografi serta pandangan dan pencariannya di dunia seni lukis. Ia merasa sebuah buku bisa menjadi batas penjelajahan dunia rupa seorang pelukis. lantaran hal itu, buku dalam dua edisi ini menghabiskan masa pengerjaan hampir 10 tahun. “Selain karena merasa belum siap, pas mulai dikerjakan Jean Couteau sakit dan harus dirawat di Perancis. Jadi tertunda terus,” tutur Srihadi. “Celakanya lagi, buku yang dicetak sebanyak 400 eksemplar untuk menyongsong peluncuran itu kurang sempurna. Jadi saya mesti hentikan dulu pencetakannya karena ada penurunan kualitas warna lukisan dari aslinya. Istilah orang percetakan, warnanya lari,” tambahnya.

Keputusannya itu menunjukkan Srihadi adalah orang yang sangat memperhatikan detail, bahkan cenderung perfeksionis. Ruang studionya terlihat sangat bersih dan rapi, nyaris tidak terdapat ceceran cat. “Saya tidak bisa bekerja kalau melihat banyak ceceran cat di lantai. Apa pun, usaha seseorang haruslah maksimal untuk mencapai kesempurnaan,” ujar Srihadi. Perjalanan kesenimanan Srihadi Soedarsono penuh kontroversi dari kacamata orang lain, Banyak yang menilai keputusannya untuk melanjutkan studi seni lukis di Fakultas Teknik Bandung Universitas Indonesia (sekarang ITB) tahun 1953, saat di Yogyakarta dirintis pendirian Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) oleh pelukis seperti Soedjojono, sebagai keberpihakan kepada ‘barat’.

No Responses to "Srihadi Sudarsono"

Leave a Reply